ISLAM SEBAGAI MANHAJ AT-TARBIYAH
PADA MADRASAH IBTIDAIYAH
Oleh: Lu’luk Il Maknun
A. Pengertian
Islam
Kata Islam
mempunyai arti damai, selamat, penyerahan diri, tunduk dan patuh. Islam berasal
dari bahasa Arab yaitu sailama yang dimasdarkan menjadi Islaman
yang mempunyai arti damai. Islam adalah agama yang sesuai dengan segala zaman
dan tempat (Al-Islamu shalihun likulli zamanin wamakanin).
Realitas
tersebut terjadi karena dalam pandangan Islam, setiap kenyataan yang bersifat
alami dan manusiawi, tidak terpengaruh oleh zaman, tempat, asal-usul rasial dan
kebahasaan, melainkan ia tetap ada, tanpa perubahan dan peralihan. Dengan
demikian karena berurusan dengan alam kemanusiaan itu, Islam senantiasa ada
bersama manusia tanpa dibatasi ruang dan waktu serta kualitas lahiriah hidup
manusia. Konsekuensinya, Islam sebagai agama yang abadi hingga akhir zaman dan
bersifat universal mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, dimana dan kapan
saja ia berada.[1]
Firman Allah SWT.
“Dan tiadalah Kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Qs Al-Anbiya: 107)[2]
Al-Raghib al-Isfahany menjelaskan, bahwa pengertian
kosakata “rahmah” yang terdapat dalam surat tersebut adalah
kelemah-lembutan yang membuahkan kebaikan bagi penerimanya. Kandungan rumusan
pengertian ini sejalan dengan pendapat Mahmud Hidjazy yang menyatakan bahwa
tujuan risalah para Rasul Allah untuk meletakkan dasar dan prinsip keadilan,
pemerataan, kesejahteraan dan kemakmuran, serta keadilan sosial. Ahmad Musthafa
al-Maraghy lebih menekankan pada peluang orang beriman untuk memperoleh
kemakmuran dunia dan akhirat.[3]
Universalisme Islam terintegritas dan terkodifikasi
dalam akidah, syariah dan akhlak.[4]
Keimanan yang dimiliki oleh manusia harus melahirkan tata Rabbani, yakni
kehidupan yang sesuai dengan aturan Allah; tujuan hidup yang mulia, taqwa,
tawakkal, dan ikhlas dalam beribadah. Dari segi aqidah ini harus mampu
menumbuhkan sikap emansipasi, penyadaran masyarakat yang adil, mengangkat
harkat martabat manusia, terbuka, demokratis serta harmonis dalam pluralisme.
Islam, secara totalitas merupakan suatu keyakinan
bahwa nilai-nilai ajarannya adalah benar dan bersifat mutlak, karena bersumber
dari Yang Maha Mutlak. Di samping itu, Islam merupakan hukum atau undang-undang
(syariah) yang mengatur tata cara manusia dalam berhubungan dengan Allah
(vertikal) dan hubungan antar sesama manusia (horizontal).[5]
B. Islam sebagai Manhaj At-Tarbiyah pada Madrasah
Ibtidaiyah
1.
Pengertian
Tarbiyah
Istilah “Tarbiyah” merupakan bentuk kata bahasa
Arab yang mempunyai arti pendidikan. Istilah ini secara langsung tidak
ditemukan dalam Al-Qur’an, melainkan berupa kata/kalimah fi’il madhi “rabba”
yang mashdarnya menjadi “tarbiyah” yang artinya mengasuh, mendidik,
memelihara. Beberapa kata yang senada dengan “rabba-tarbiyyah” ini
adalah rabb, rabbayani, rabbani, dan ribbiyyun.[6]
Sebagaimana uraian tersebut maka dapat diambil
kesimpulan dari pengertian “tarbiyah” artinya pendidikan Islam, yaitu suatu
usaha yang ditunjukkan kepada anak didik yang sedang tumbuh agar mereka mampu
menimbulkan sikap dan budi pekerti yang baik serta dapat memelihara
perkembangan jasmani dan rohani secara seimbang dimasa sekarang dan mendatang
sesuai dengan aturan agama. Sumber nilai yang menjadi dasar pendidikan Islam
yaitu al-Qur’an dan as-Sunah serta hasil ijtihad.
Adapun menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[7]
Kepopuleran pendidikan yang disamakan dengan tarbiyah
dikandung maksud bahwa manusia adalah makhluk Allah yang membutuhkan
pendidikan. Setelah mereka dididik
harapannya adalah agar manusia mempunyai pengetahuan untuk mengetahui
kekuasaan Allah dan mampu menundukkan alam semesta dengan cara mengelola,
memelihara dan mengembangkan kehidupannya semakin lebih baik dari masa ke masa.[8]
Studi tentang Islam dapat dimulai dengan telaah
analitis mengenai tabiat atau karakternya. Islam adalah wahyu Allah SWT yang
untuk pertama kali disampaikan kepada Rasul Allah di Gua Hiro’ dan terakhir
kali di Haji Wada’. Rentang waktu antara keduanya merupakan peluang bagi Nabi
Muhammad saw untuk berperan sebagai Rasul Allah. Verbalisasi dari peran ini
kemudian oleh para beliau ini didudukkan sebagai penjelasan, praktek, atau
pelaksanaannya dalam kehidupan praktis, untuk mencapai tujuan risalah yaitu “rahmatan
lil ‘alamin”. Konsep ini adalah rumusan ideal wujud kehidupan bagi manusia,
baik di dunia ataupun di akherat, baik yang mau beriman atau tidak, bahkan juga
kebaikan untuk alam semuanya.[9]
Malik Fadjar mengatakan bahwa hubungan antara Islam
dengan pendidikan bagaikan dua sisi sekeping mata uang. Artinya, Islam dan
pendidikan mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar. Hal ini
disabdakan Rasulullah saw sebagai berikut:
Dari Abu
Hurairah ra menceritakan: Sesungguhnya Nabi Muhammad saw bersabda tidak seorang
anak pun yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah. Maka ibu bapaknya yang
menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR
Bukhori)[10]
2.
Islam
sebagai Manhaj Tarbiyah pada Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah yang pertama dan terpenting untuk
menanamkan nilai-nilai Islam pada anak untuk pembentukan karakter hingga
menumbuhkan dalam jiwanya konsep Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam adalah
rumah tangga. Konsep Islam sebagaimana agama yang membawa rahmat bagi seluruh
alam meletakkan nilai-nilai dasar dalam kependidikan dengan pendidikan karakter
dan pembinaan akhlak. Istilah akhlak sering diterjemahkan dengan perilaku
Islami (Islamic behavior), sifat atau watak (disposition),
perilaku baik (good conduct), kodrat atau sifat dasar (nature),
perangai (temper), etika (ethics), moral dan karakter.[11]
Tujuan pendidikan Islam mempunyai tujuan
pokok atau utama dan tujuan pendukung, dengan kata lain mempunyai konsentrasi
tertentu yang harus ditempuh dan dicapai lebih dahulu sebelum
konsentrasi-konsentrasi lain. Dalam hal ini al-Abrasyi mengedepankan pencapaian
akhlak yang sempurna sebagai tujuan pendidikan Islam.[12]
Untuk itu madrasah ibtidaiyah merupakan pondasi dasar pendidikan manusia yang
harus dicapai, karena untuk mencapai tujuan dari pendidikan Islam tersebut
melalui pendidikan akhlak, baik secara langsung maupun tidak langsung. sebab
pendidikan akhlak itu adalah ruh at-Tarbiyah.
M. Athiyah al-Abrasyi dalam kitabnya al-Tarbiyah
al-Islamiyah wa Falasifatuha menyebutkan beberapa pemikiran tokoh
pendidikan Islam, antara lain adalah Ibn Sina. Ibnu Sina mengatakan bahwa
didalam kitab al-Siyasah Araak Tsamaniyah fi Tarbiyah al-Aulad, beliau
mengawali pendidikan anak dengan mengajarkan al-Qur’an, menyiapkan anak dari
segi badan dan akal untuk pengajaran dalam arti sehat jasmani dan rohani,
kemudian mengajarkan huruf-huruf hijaiyah, membaca dan menulis, mengajarkan
dasar-dasar agama, dan sya’ir,kemudian diajarkan qasidah.[13]
Pembinaan akhlak dalam Islam terintegrasi
pada tingkatan dasar (marhalal al-ula) dapat dilakukan juga dengan
pelaksanaan rukun Islam. Hasil analisis Muhammad al-Ghazali seperti yang
dikutip oleh Abudin Nata terhadap rukun Islam yang lima telah menunjukkan
dengan jelas bahwa dalam rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pembinaan
akhlak. Rukun Islam yang pertama adalah mengucapkan syahadat, yaitu bersaksi
bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan
Allah. Kalimat tersebut mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya manusia hanya tunduk kepada
aturan dan tuntutan Allah. Orang yang tunduk dan patuh pada aturan Allah dan
Rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan menjadi orang yang baik.[14]
Selanjutnya rukun Islam yang kedua adalah
mengerjakan sholat lima waktu. Sholat yang dikerjakan akan membawa pelakunya
terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Sholat dapat menumbuhkan akhlak yang
mulia, yaitu bersikap tawadhu, mengagungkan Allah, berdzikir, membantu fakir
miskin, Ibn Sabil, janda dan lainnya. Semua mengandung ajaran akhlak sesuai
dengan ajaran Islam, agama kebenaran dan rahmat bagi seluruh alam.
Selanjutnya dalam rukun Islam yang ketiga,
yaitu zakat juga mengandung didikan akhlak, yaitu agar orang yang
melaksanakannya dapat membersihkan dirinya dari sifat kikir, mementingkan diri
sendiri, dan membersihkan hartanya dari hak orang lain, yaitu hak fakir miskin
dan seterusnya. Pelaksanaan zakat yang berdimensi akhlak yang bersifat sosial
ekonomis ini dipersubur lagi dengan pelaksanaan sedekah yang bentuknya tidak
hanya berupa materi, tetapi juga nonmateri.
Hadits yang diriwayatkan Bukhori berikut
inii menggambarkan sedekah dalam hubungannya dengan akhlak yang mulia. “Senyumanmu
untuk saudaramu adalah sedekah, dan amar ma’ruf serta nahi munkarmu juga
sedekah, dan memberikan petunjuk kepada laki-laki atau kepada siapa saja yang
ada di bumi yang sedang sesat, bagimu sedekah. Dan apabila engkau suka
menyingkirkan batu, duri, atau tulang-tulang yang menggganggu jalan, bagimu
juga merupakan sedekah”.
Rukun Islam yang keempat yaitu ibadah
puasa, bukan hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum dalam waktu yang
terbatas, tetapi lebih dari itu merupakan latihan menahan diri dari keinginan
melakukan perbuatan keji yang dilarang dalam agama. Dalam konteks ini Nabi
mengingatkan “Siapa yang tidak suka meninggalkan kata-kata dusta, dan
perbuatan yang palsu, maka Allah tidak membutuhkan daripadanya, puasa
meninggalkan makan dan minum”. (HR. Bukhori).
Selanjutnya rukun Islam yang kelima adalah ibadah
haji. Dalam ibadah haji ini pun nilai pembinaan akhlak lebih besar lagi
dibandingkan dengan nilai pembinaan akhlak yang ada pada ibadah dalam rukun
Islam lainnya. Hal ini bisa dipahami karena ibadah haji bersifat komprehensif
yang menuntut persyaratan yang banyak, yaitu di samping harus menguasai
ilmunya, juga harus sehat fisiknya, ada kemauan keras, bersabar dalam
menjalankannya dan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, serta rela
meninggalkan keluarga, tanah air, harta kekayaan dan lainnya.[15]
C. Hubungan Islam dengan Pendidikan Islam
Islam adalah manhaj Rabbani yang sempurna, tidak
membunuh fitrah manusia dan diturunkan untuk membentuk pribadi manusia menjadi
manusia yang beradab, manusia yang memiliki pribadi yang sempurna. Islam
merupakan syariat Allah bagi hamba-hamba-Nya yang dengan bekal syariat tersebut
seorang hamba beribadah. Agar manusia mampu mengemban dan merealisasikan amanat
yang besar tersebut, syariat itu membutuhkan pengamalan, pengembangan dan
pembinaan. Dan untuk menjalankan itu semua, pengembangan dan pembinaan itulah
yang dimaksud dengan pendidikan Islam.
Agama sangat erat hubungannya dengan pendidikan Islam.
Bahkan agama menjadi landasan terpenting dalam pendidikan. Agama memberikan
landasan pemikiran kepada manusia, siapa dirinya, dari mana, mau kemana dan apa
yang sebaiknya dilakukan oleh manusia di muka bumi ini. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin
dapat kita ketahui dan kita rasakan serta amalkan melalui pendidikan Islam. Melalui pendidikan Islam pula diri kita akan
tertanam pemuliaan dan penghargaan terhadap manusia. Artinya pendidikan Islam
dapat membentuk pribadi yang mampu mewujudkan keadilan Ilahiyah dalam komunitas
manusia, serta mendayagunakan potensi alam dengan pemakaian yang adil. Hal
tersebut merupakan bentuk realisasi Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin.
PENUTUP
A. Simpulan
Agama Islam dibawa oleh Nabi Muhammad saw
diperuntukkan bagi seluruh umat manusia pada umumnya dan melintas batas ruang
dan waktu. Oleh sebab itu Islam dikenal sebagai agama universal, tersurat
dengan jelas dalam firman Allah dalam surat al-Anbiya’ ayat 107 “Dan Kami
tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk rahmat bagi seluruh alam”.
Pendidikan Islam merupakan suatu wadah yang diperlukan
manusia untuk mengetahui, memahami bahkan menyadari bahwa Islam merupakan agama
rahmatan lil ‘alamin, mengajarkan kepada umatnya untuk mencintai
sesama tanpa membeda-bedakan agama dan golongan agar tercipta kerukunan dan
kedamaian. Untuk membentuk manusia menjadi seorang hamba yang
sesuai dengan konsep agama melalui pendidikan akhlak. Sebab pendidikan akhlak
merupakan ruh at-Tarbiyah, yang mana merupakan tujuan pokok dari tujuan
pendidikan Islam.
Maka dari itu, Islam, agama rahmatan lil ‘alamin
sebagai manhaj tarbiyah madrasah ibtidaiyah dapat terealisasi dengan adanya
pendidikan Islam dan penanaman moral serta akhlak yang dapat ditanamkan pada
awal pendidikan, atau pada madrasah ibtidaiyah (tingkatan dasar).
A. Saran
Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat, menambah
wawasan bagi semua umat, khususnya para pembaca, agar lebih menyadarkan kita
untuk benar-benar memahami Islam, agama kedamaian, agama yang rahmatan lil
‘alamin. Dan demi penerus perjuangan Islam yang lebih baik lagi supaya
orang tua maupun pendidik lebih memperhatikan pendidikan agama yang mesti
dipelajari oleh anak, karena hal tersebut yang akan menjadi pegangan bagi anak
untuk kehidupan mendatang dan sebagai ujung penentu bagi kualitas agama Islam di
masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Rujukan Kitab
Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya Departemen Agama
Republik Indonesia (Semarang: Karya Toha Putra, 1997)
Rujukan Buku:
Hasbullah. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan
(Jakarta: Raja Grafindo, 2012)
Kadir, A. Muslim. Ilmu Islam Terapan: Menggagas
Paradigma Amali dalam Agama Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,
2003)
Sulistyorini. Manajemen Pendidikan Islam
(Yogyakarta: Sukses Offset, 2009)
Yaumi, Muhammad. Pendidikan Karakter: Landasan,
Pilar dan Implementasi (Jakarta: Prenada Media, 2014)
Yusuf, Ali Anwar. Wawasan Islam (Bandung:
Pustaka Setia, 2002)
Rujukan Jurnal:
Falah, Ahmad. Edukasia. Jurnal
Penelitian Pendidikan Islam, ISSN 1907-7254, Vol. 11 No. 1. 2014
Thoifuri. Pendidikan Islam Sufistif Kolaboratif. Majalah
Pendidikan Agama Islam Tarbiya. ISSN 2354-9963. Vol. 2 No 3. 2014
Zaini, Ahmad. Thufula. Jurnal of Preschool
Education, ISSN 2355-0163. Vol. 2 No. 2. 2014
[3]Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan: Menggagas Paradigma Amali dalam
Agama Islam, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2003), hlm.45.
[6] Thoifuri, Pendidikan Islam Sufistif Kolaboratif, Majalah
Pendidikan Agama Islam Tarbiya, ISSN 2354-9963, Vol.2, No.3, Juli-September
2014, hlm. 84
[9] Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan: Menggagas
Paradigma Amali dalam Agama Islam, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar Offset,
2003), hlm.4.
[11] Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar dan
Implikasi, (Jakarta: Prenadamedia, 2014), hlm.36.
[12] Ahmad Falah, Edukasia, Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, ISSN
1907-7254, Vol. 11, No. 1, Januari-Juni 2014, hlm.68
[14] Ahmad Zaini, Thufula, Journal of Preschool Education, ISSN
2355-0163, Vol.2, No.2, Juli-Desember 2014, hlm.230.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar