Senin, 05 Juni 2017

ISLAM SEBAGAI MANHAJ AT-TARBIYAH PADA MADRASAH IBTIDAIYAH Oleh: Lu’luk Il Maknun



ISLAM SEBAGAI MANHAJ  AT-TARBIYAH
PADA MADRASAH IBTIDAIYAH
Oleh: Lu’luk Il Maknun

A.    Pengertian Islam
Kata Islam mempunyai arti damai, selamat, penyerahan diri, tunduk dan patuh. Islam berasal dari bahasa Arab yaitu sailama yang dimasdarkan menjadi Islaman yang mempunyai arti damai. Islam adalah agama yang sesuai dengan segala zaman dan tempat (Al-Islamu shalihun likulli zamanin wamakanin).
Realitas tersebut terjadi karena dalam pandangan Islam, setiap kenyataan yang bersifat alami dan manusiawi, tidak terpengaruh oleh zaman, tempat, asal-usul rasial dan kebahasaan, melainkan ia tetap ada, tanpa perubahan dan peralihan. Dengan demikian karena berurusan dengan alam kemanusiaan itu, Islam senantiasa ada bersama manusia tanpa dibatasi ruang dan waktu serta kualitas lahiriah hidup manusia. Konsekuensinya, Islam sebagai agama yang abadi hingga akhir zaman dan bersifat universal mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, dimana dan kapan saja ia berada.[1] Firman Allah SWT.
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Qs Al-Anbiya: 107)[2]
Al-Raghib al-Isfahany menjelaskan, bahwa pengertian kosakata “rahmah” yang terdapat dalam surat tersebut adalah kelemah-lembutan yang membuahkan kebaikan bagi penerimanya. Kandungan rumusan pengertian ini sejalan dengan pendapat Mahmud Hidjazy yang menyatakan bahwa tujuan risalah para Rasul Allah untuk meletakkan dasar dan prinsip keadilan, pemerataan, kesejahteraan dan kemakmuran, serta keadilan sosial. Ahmad Musthafa al-Maraghy lebih menekankan pada peluang orang beriman untuk memperoleh kemakmuran dunia dan akhirat.[3]
Universalisme Islam terintegritas dan terkodifikasi dalam akidah, syariah dan akhlak.[4] Keimanan yang dimiliki oleh manusia harus melahirkan tata Rabbani, yakni kehidupan yang sesuai dengan aturan Allah; tujuan hidup yang mulia, taqwa, tawakkal, dan ikhlas dalam beribadah. Dari segi aqidah ini harus mampu menumbuhkan sikap emansipasi, penyadaran masyarakat yang adil, mengangkat harkat martabat manusia, terbuka, demokratis serta harmonis dalam pluralisme.
Islam, secara totalitas merupakan suatu keyakinan bahwa nilai-nilai ajarannya adalah benar dan bersifat mutlak, karena bersumber dari Yang Maha Mutlak. Di samping itu, Islam merupakan hukum atau undang-undang (syariah) yang mengatur tata cara manusia dalam berhubungan dengan Allah (vertikal) dan hubungan antar sesama manusia (horizontal).[5]
B.     Islam sebagai Manhaj At-Tarbiyah pada Madrasah Ibtidaiyah
1.      Pengertian Tarbiyah
Istilah “Tarbiyah” merupakan bentuk kata bahasa Arab yang mempunyai arti pendidikan. Istilah ini secara langsung tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, melainkan berupa kata/kalimah fi’il madhi “rabba” yang mashdarnya menjadi “tarbiyah” yang artinya mengasuh, mendidik, memelihara. Beberapa kata yang senada dengan “rabba-tarbiyyah” ini adalah rabb, rabbayani, rabbani, dan ribbiyyun.[6]
Sebagaimana uraian tersebut maka dapat diambil kesimpulan dari pengertian “tarbiyah” artinya pendidikan Islam, yaitu suatu usaha yang ditunjukkan kepada anak didik yang sedang tumbuh agar mereka mampu menimbulkan sikap dan budi pekerti yang baik serta dapat memelihara perkembangan jasmani dan rohani secara seimbang dimasa sekarang dan mendatang sesuai dengan aturan agama. Sumber nilai yang menjadi dasar pendidikan Islam yaitu al-Qur’an dan as-Sunah serta hasil ijtihad.
Adapun menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[7]
Kepopuleran pendidikan yang disamakan dengan tarbiyah dikandung maksud bahwa manusia adalah makhluk Allah yang membutuhkan pendidikan. Setelah mereka dididik  harapannya adalah agar manusia mempunyai pengetahuan untuk mengetahui kekuasaan Allah dan mampu menundukkan alam semesta dengan cara mengelola, memelihara dan mengembangkan kehidupannya semakin lebih baik dari masa ke masa.[8]
Studi tentang Islam dapat dimulai dengan telaah analitis mengenai tabiat atau karakternya. Islam adalah wahyu Allah SWT yang untuk pertama kali disampaikan kepada Rasul Allah di Gua Hiro’ dan terakhir kali di Haji Wada’. Rentang waktu antara keduanya merupakan peluang bagi Nabi Muhammad saw untuk berperan sebagai Rasul Allah. Verbalisasi dari peran ini kemudian oleh para beliau ini didudukkan sebagai penjelasan, praktek, atau pelaksanaannya dalam kehidupan praktis, untuk mencapai tujuan risalah yaitu “rahmatan lil ‘alamin”. Konsep ini adalah rumusan ideal wujud kehidupan bagi manusia, baik di dunia ataupun di akherat, baik yang mau beriman atau tidak, bahkan juga kebaikan untuk alam semuanya.[9]
Malik Fadjar mengatakan bahwa hubungan antara Islam dengan pendidikan bagaikan dua sisi sekeping mata uang. Artinya, Islam dan pendidikan mempunyai hubungan filosofis yang sangat mendasar. Hal ini disabdakan Rasulullah saw sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah ra menceritakan: Sesungguhnya Nabi Muhammad saw bersabda tidak seorang anak pun yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah. Maka ibu bapaknya yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR Bukhori)[10]
2.      Islam sebagai Manhaj Tarbiyah pada Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah yang pertama dan terpenting untuk menanamkan nilai-nilai Islam pada anak untuk pembentukan karakter hingga menumbuhkan dalam jiwanya konsep Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam adalah rumah tangga. Konsep Islam sebagaimana agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam meletakkan nilai-nilai dasar dalam kependidikan dengan pendidikan karakter dan pembinaan akhlak. Istilah akhlak sering diterjemahkan dengan perilaku Islami (Islamic behavior), sifat atau watak (disposition), perilaku baik (good conduct), kodrat atau sifat dasar (nature), perangai (temper), etika (ethics), moral dan karakter.[11]
Tujuan pendidikan Islam mempunyai tujuan pokok atau utama dan tujuan pendukung, dengan kata lain mempunyai konsentrasi tertentu yang harus ditempuh dan dicapai lebih dahulu sebelum konsentrasi-konsentrasi lain. Dalam hal ini al-Abrasyi mengedepankan pencapaian akhlak yang sempurna sebagai tujuan pendidikan Islam.[12] Untuk itu madrasah ibtidaiyah merupakan pondasi dasar pendidikan manusia yang harus dicapai, karena untuk mencapai tujuan dari pendidikan Islam tersebut melalui pendidikan akhlak, baik secara langsung maupun tidak langsung. sebab pendidikan akhlak itu adalah ruh at-Tarbiyah.
M. Athiyah al-Abrasyi dalam kitabnya al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasifatuha menyebutkan beberapa pemikiran tokoh pendidikan Islam, antara lain adalah Ibn Sina. Ibnu Sina mengatakan bahwa didalam kitab al-Siyasah Araak Tsamaniyah fi Tarbiyah al-Aulad, beliau mengawali pendidikan anak dengan mengajarkan al-Qur’an, menyiapkan anak dari segi badan dan akal untuk pengajaran dalam arti sehat jasmani dan rohani, kemudian mengajarkan huruf-huruf hijaiyah, membaca dan menulis, mengajarkan dasar-dasar agama, dan sya’ir,kemudian diajarkan qasidah.[13]
Pembinaan akhlak dalam Islam terintegrasi pada tingkatan dasar (marhalal al-ula) dapat dilakukan juga dengan pelaksanaan rukun Islam. Hasil analisis Muhammad al-Ghazali seperti yang dikutip oleh Abudin Nata terhadap rukun Islam yang lima telah menunjukkan dengan jelas bahwa dalam rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pembinaan akhlak. Rukun Islam yang pertama adalah mengucapkan syahadat, yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Kalimat tersebut mengandung pernyataan bahwa  selama hidupnya manusia hanya tunduk kepada aturan dan tuntutan Allah. Orang yang tunduk dan patuh pada aturan Allah dan Rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan menjadi orang yang baik.[14]
Selanjutnya rukun Islam yang kedua adalah mengerjakan sholat lima waktu. Sholat yang dikerjakan akan membawa pelakunya terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Sholat dapat menumbuhkan akhlak yang mulia, yaitu bersikap tawadhu, mengagungkan Allah, berdzikir, membantu fakir miskin, Ibn Sabil, janda dan lainnya. Semua mengandung ajaran akhlak sesuai dengan ajaran Islam, agama kebenaran dan rahmat bagi seluruh alam.
Selanjutnya dalam rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat juga mengandung didikan akhlak, yaitu agar orang yang melaksanakannya dapat membersihkan dirinya dari sifat kikir, mementingkan diri sendiri, dan membersihkan hartanya dari hak orang lain, yaitu hak fakir miskin dan seterusnya. Pelaksanaan zakat yang berdimensi akhlak yang bersifat sosial ekonomis ini dipersubur lagi dengan pelaksanaan sedekah yang bentuknya tidak hanya berupa materi, tetapi juga nonmateri.
Hadits yang diriwayatkan Bukhori berikut inii menggambarkan sedekah dalam hubungannya dengan akhlak yang mulia. “Senyumanmu untuk saudaramu adalah sedekah, dan amar ma’ruf serta nahi munkarmu juga sedekah, dan memberikan petunjuk kepada laki-laki atau kepada siapa saja yang ada di bumi yang sedang sesat, bagimu sedekah. Dan apabila engkau suka menyingkirkan batu, duri, atau tulang-tulang yang menggganggu jalan, bagimu juga merupakan sedekah”.
Rukun Islam yang keempat yaitu ibadah puasa, bukan hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum dalam waktu yang terbatas, tetapi lebih dari itu merupakan latihan menahan diri dari keinginan melakukan perbuatan keji yang dilarang dalam agama. Dalam konteks ini Nabi mengingatkan “Siapa yang tidak suka meninggalkan kata-kata dusta, dan perbuatan yang palsu, maka Allah tidak membutuhkan daripadanya, puasa meninggalkan makan dan minum”. (HR. Bukhori).
Selanjutnya rukun Islam yang kelima adalah ibadah haji. Dalam ibadah haji ini pun nilai pembinaan akhlak lebih besar lagi dibandingkan dengan nilai pembinaan akhlak yang ada pada ibadah dalam rukun Islam lainnya. Hal ini bisa dipahami karena ibadah haji bersifat komprehensif yang menuntut persyaratan yang banyak, yaitu di samping harus menguasai ilmunya, juga harus sehat fisiknya, ada kemauan keras, bersabar dalam menjalankannya dan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, serta rela meninggalkan keluarga, tanah air, harta kekayaan dan lainnya.[15]
C.    Hubungan Islam dengan Pendidikan Islam
Islam adalah manhaj Rabbani yang sempurna, tidak membunuh fitrah manusia dan diturunkan untuk membentuk pribadi manusia menjadi manusia yang beradab, manusia yang memiliki pribadi yang sempurna. Islam merupakan syariat Allah bagi hamba-hamba-Nya yang dengan bekal syariat tersebut seorang hamba beribadah. Agar manusia mampu mengemban dan merealisasikan amanat yang besar tersebut, syariat itu membutuhkan pengamalan, pengembangan dan pembinaan. Dan untuk menjalankan itu semua, pengembangan dan pembinaan itulah yang dimaksud dengan pendidikan Islam.
Agama sangat erat hubungannya dengan pendidikan Islam. Bahkan agama menjadi landasan terpenting dalam pendidikan. Agama memberikan landasan pemikiran kepada manusia, siapa dirinya, dari mana, mau kemana dan apa yang sebaiknya dilakukan oleh manusia di muka bumi ini.  Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin dapat kita ketahui dan kita rasakan serta amalkan melalui pendidikan Islam.  Melalui pendidikan Islam pula diri kita akan tertanam pemuliaan dan penghargaan terhadap manusia. Artinya pendidikan Islam dapat membentuk pribadi yang mampu mewujudkan keadilan Ilahiyah dalam komunitas manusia, serta mendayagunakan potensi alam dengan pemakaian yang adil. Hal tersebut merupakan bentuk realisasi Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin.










PENUTUP

A.    Simpulan
Agama Islam dibawa oleh Nabi Muhammad saw diperuntukkan bagi seluruh umat manusia pada umumnya dan melintas batas ruang dan waktu. Oleh sebab itu Islam dikenal sebagai agama universal, tersurat dengan jelas dalam firman Allah dalam surat al-Anbiya’ ayat 107 “Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk rahmat bagi seluruh alam”.
Pendidikan Islam merupakan suatu wadah yang diperlukan manusia untuk mengetahui, memahami bahkan menyadari bahwa Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamin, mengajarkan kepada umatnya untuk mencintai sesama tanpa membeda-bedakan agama dan golongan agar tercipta kerukunan dan kedamaian. Untuk membentuk manusia menjadi seorang hamba yang sesuai dengan konsep agama melalui pendidikan akhlak. Sebab pendidikan akhlak merupakan ruh at-Tarbiyah, yang mana merupakan tujuan pokok dari tujuan pendidikan Islam.
Maka dari itu, Islam, agama rahmatan lil ‘alamin sebagai manhaj tarbiyah madrasah ibtidaiyah dapat terealisasi dengan adanya pendidikan Islam dan penanaman moral serta akhlak yang dapat ditanamkan pada awal pendidikan, atau pada madrasah ibtidaiyah (tingkatan dasar).
A.    Saran
Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat, menambah wawasan bagi semua umat, khususnya para pembaca, agar lebih menyadarkan kita untuk benar-benar memahami Islam, agama kedamaian, agama yang rahmatan lil ‘alamin. Dan demi penerus perjuangan Islam yang lebih baik lagi supaya orang tua maupun pendidik lebih memperhatikan pendidikan agama yang mesti dipelajari oleh anak, karena hal tersebut yang akan menjadi pegangan bagi anak untuk kehidupan mendatang dan sebagai ujung penentu bagi kualitas agama Islam di masa mendatang.




DAFTAR PUSTAKA

            Rujukan Kitab
Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya Departemen Agama Republik Indonesia (Semarang: Karya Toha Putra, 1997)
Rujukan Buku:
Hasbullah. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo, 2012)
Kadir, A. Muslim. Ilmu Islam Terapan: Menggagas Paradigma Amali dalam Agama Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2003)
Sulistyorini. Manajemen Pendidikan Islam (Yogyakarta: Sukses Offset, 2009)
Yaumi, Muhammad. Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar dan Implementasi (Jakarta: Prenada Media, 2014)
Yusuf, Ali Anwar. Wawasan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2002)
Rujukan Jurnal:
Falah, Ahmad. Edukasia. Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, ISSN 1907-7254, Vol. 11 No. 1. 2014
Thoifuri. Pendidikan Islam Sufistif Kolaboratif. Majalah Pendidikan Agama Islam Tarbiya. ISSN 2354-9963. Vol. 2 No 3. 2014
Zaini, Ahmad. Thufula. Jurnal of Preschool Education, ISSN 2355-0163. Vol. 2 No. 2. 2014



[1] Ali Anwar Yusuf, Wawasan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm.15.
[2] Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya Departemen Agama RI, (Semarang: Karya Toha Putra), hlm. 508.
[3]Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan: Menggagas Paradigma Amali dalam Agama Islam, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2003), hlm.45.
[4] Yusuf, Op.cit, hlm. 17
[5] Yusuf, Ibid, hlm. 17
[6] Thoifuri, Pendidikan Islam Sufistif Kolaboratif, Majalah Pendidikan Agama Islam Tarbiya, ISSN 2354-9963, Vol.2, No.3, Juli-September 2014, hlm. 84
[7] Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2012), hlm. 4.
[8] Thoifuri, Op.cit, hlm.85.
[9] Muslim A. Kadir, Ilmu Islam Terapan: Menggagas Paradigma Amali dalam Agama Islam, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2003), hlm.4.
[10] Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2009), hlm.18.
[11] Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar dan Implikasi, (Jakarta: Prenadamedia, 2014), hlm.36.
[12] Ahmad Falah, Edukasia, Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, ISSN 1907-7254, Vol. 11, No. 1, Januari-Juni 2014, hlm.68
[13] Falah, Ibid, hlm. 73
[14] Ahmad Zaini, Thufula, Journal of Preschool Education, ISSN 2355-0163, Vol.2, No.2, Juli-Desember 2014, hlm.230.
[15] Zaini, Ibid, hlm. 230-231

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ISLAMNYA PATI SELATAN DITANGAN SARIDIN Oleh Lu'luk IlMaknun

ISLAMNYA PATI SELATAN DITANGAN SARIDIN Dikerjakan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah     : Pembelajaran SKI MI/SD Dosen Pengampu  ...