Senin, 05 Juni 2017

MENGGALI INTELEKTUALITAS ISLAM DALAM MEWARNAI BUDAYA LOKAL DI DAERAH PATI Oleh: Lu’luk Il Maknun



MENGGALI  INTELEKTUALITAS ISLAM DALAM MEWARNAI BUDAYA LOKAL DI DAERAH PATI
Oleh: Lu’luk Il Maknun

Budaya dalam bahasa Inggrisnya dikenal dengan kata wisdom, dan lokal dengan kata local , sehingga dapat dimaknai dengan local wisdom. Local wisdom sendiri sangat berhubungan erat dengan  budaya pada daerah setempat. Budaya daerah setempat merupakan suatu tingkah laku, perlakuan, dan kebijakan-kebijakan yang telah diberlakukan secara continue dan berkelanjutan dalam kurun waktu yang sangat lama, sehingga telah mengakar pada jiwa warga masyarakat dalam suatu daerah setempat.
Local wisdom mempunyai hubungan erat dalam  ranah keyakinan, etnis, kepercayaan, yang mana menjadi sebuah eksistensi tersendiri dalam suatu daerah dan dijadikan sebuah pegangan oleh masyarakat dalam  satu daerah tertentu, seperti contoh yang disampaikkan oleh Abdurrahman Mas’ud (2006: 15) dalam bukunya Dari Haramain ke Nusantara sebagai berikut.
Jawa pada abad XIX M, menyaksikan kepemimpinan kiai dalam pesantern yang demikian unik, dalam arti menjaga ciri-ciri tradisional  pramodern. Para santri menerima kepemimpinan kiai karena percaya pada konsep dalam masyarakat Jawa, yaitu berkah atau Baraka yang didasarkan atas doktrin keistimewaan status seorang ‘alim atau wali. Nawawi al-Bantani misalnya, menerima ciuman tangan dari hampir seluruh masyarakat Jawa yang tinggal di Mekkah sebagai sebuah ekspresi penghormatan ilmu dan moral secara simbolis, bukan secara pribadi.
Satu contoh diatas merupakan bentuk local wisdom yang mengandung nilai baik dan estetis dan telah  mengakar dalam diri masyarakat,dan budaya tersebut mengajarkan unsur kebajikan dalam bertingkah laku juga selaras dengan budaya Islamisasi.
Berbicara tentang local wisdom di daerah pantura timur erat hubungannya dengan intelektualitas keIslaman yang ada di daerah setempat. Acap kali pandangan masyarakat awam  memaknai tentang pemikiran  intelektual yang sudah pasti akan dapat menghilangkan budaya-budaya lokal yang sudah lama terpatri dalam tindak dan tingkah laku masyarakat. Namun Islamisasi intelektual memberi  warna agar local wisdom yang tertanam dalam tingkah laku masyarakat tersebut lebih bermakna.
Bernard T. Adeney dalam bukunya yang berjudul Etika Sosial Lintas Budaya (2000: 19) mendefinisikan kebudayaan sebagai suatu sistem simbol dari makna-makna: kebudayaan adalah sesuatu yang dengannya kita memahami dan memberi makna pada hidup kita. Geertz mengatakan bahwa kebudayaan mengacu pada suatu pola makna-makna yang diwujudkan dalam simbol-simbol yang diturunalihkan secara historis, suatu sistem gagasan yang diwarisi dan diungkapkan dalam bentuk-bentuk simbolik yang dengannya manusia menyampaikan, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan mereka mengenai, serta sikap dan  pendirian terhadap kehidupan.
Salah satu daerah di pantura timur yang sangat kental dengan adat dan budayanya, penulis mengambil salah satu contoh dari daerah Pati. Dimana masyarakat setempat masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai dan budaya luhur nenek moyang. Ulama Haramain atau para kiai datang dengan membawa nilai kebenaran yang terkandung dalam Islamisasi intelektualnya, sehingga  budaya yang telah mengakar tersebut diberi warna dan unsure yang mengandung nilai baik dan tidak menyimpang dari tatanan agama. Beberapa dari budaya tersebut, diantaranya ada budaya sedekah bumi. Budaya ini telah lama mengakar bahkan mendarah daging di masyarakat Pati. Pada mulanya sedekah bumi ini dijadikan dalam bentuk sesaji tanpa adanya unsur keagamaan. Pemikir intelek Islam (kiai/ulama’), dalam konteks Islamisasi  sedekah bumi tersebut member makna sebagai bentuk syukur atas segala rahmat dan anugerah yang telah Allah berikan untuk bumi pertiwi sehingga manusia dapat hidup dengan segala nikmat dari alam yang Allah berikan. Dari bentuk budaya sedekah bumi itu Ulama Haramain meleburkan menjadi bentuk tasyakuran yang lebih mengandung unsur kebajikan, bahkan bernilai ibadah.
Budaya lain pada daerah Pati terdapat istilah budaya mendem ari, dalam artian ari-ari (plasenta) dari bayi yang baru lahir tersebut dikuburkan dengan disertakan buku dan alat tulis. Budaya tersebut dipercayai supaya anak yang baru lahir kelak akan menjadi seorang pemuda yang berilmu dan berpengetahuan tinggi. Namun persepsi masyarakat awam yang sempit tersebut kemudian dilebur dan di luruskan dengan pemikir Islam, sehingga paradigma tersebut mengarah pada ari-ari bayi yang baru lahir dikuburkan supaya aman dan bersih dari binatang-binatang buas yang akan mendatanginya, sehingga bayi berada di tempat yang aman bersih dan terindungi dari kotoran-kotoran bahkan binatang-binatang yang dapat mengganggu kenyamanan si bayi. Contoh lain terdapat istilah budaya mbangun nikah. Budaya ini juga sudah lama terpatri pada tindak laku masyarakat, namun istilah tersebut lebih diarahkan pada seorang istri yang sudah ditalak satu oleh suaminya, dan sang suami hendak memperbaiki pernikahannya kembali, maka upacara pernikahan tersebut dinamai denga istilah mbangun nikah, namun dimana kegiatan atau budaya tersebut tidak terlepas atau bahkan menyimpang dari kaidah-kaidah yang ada dalam fiqih Islam tentang aturan pernikahan.
Masih banyak lagi budaya-budaya lokal pada daerah Pati yang sampai saat ini diyakini dan diberlakukan oleh masyarakat, dimana budaya tersebut meski dengan istilah local namun tidak terlepas dengan kaidah-kaidah  Islam dan dari pandangan intelektual pemikir Islam.
Kearifan lokal hendaknya juga tidak dijadikan sebagai bentuk pendeskriminasian dengan dalih dapat menghambat kemajuan teknologi, pengetahuan, dan globalisasi yang ada. Namun lebih diarahkan pada penghargaan terhadap budaya masa lampau yang memilliki unsur kebajikan dan terarah dengan adanya kajian intelektual Islam, sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat lokal setempat dalam ranah budaya, Islam bahkan mengandung nilai ekonomis.

RUJUKAN
Abdurrahman Mas’ud. 2006. Dari Haramain ke Nusantara. Jakarta: Kencana
Bernard T. Adeney. 2000. Etika Sosial Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Teologi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ISLAMNYA PATI SELATAN DITANGAN SARIDIN Oleh Lu'luk IlMaknun

ISLAMNYA PATI SELATAN DITANGAN SARIDIN Dikerjakan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah     : Pembelajaran SKI MI/SD Dosen Pengampu  ...